Minggu, 12 Januari 2014

Bahasa tradisional di Indonesia bagian Barat

Negara Indonesia umumnya memang menggunakan Bahasa Indonesia untuk berbicara sehari - hari. Namun, di tiap daerah - daerah yang ada di Indonesia memiliki bahasa daerah khas yang sering digunakan di daerahnya sendiri. Dan di tulisan kali ini akan di bahas seputar bahasa tradisional yang ada di Indonesia bagian Barat :
Beberapa bahasa tradisional dari Sumatera
Bahasa Minang Kabau
Masyarakat Sumatera Barat mempunyai bahasa daerah yang dikenal dengan Bahasa Minangkabau. Memiliki sepuluh dialek yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara bahasa Minangkabau dengan Bahasa Indonesia baik dalam bentuk maupun tatabahasanya. Perbedaan yang terjadi hanya pada ejaan terutama dalam pemakaian Vowel.
Vowel a dan e dalam Bahasa Indonesia menjadi "o" dalam Bahasa Minangkabau.
Apa menjadi "
Apo".
Mana menjadi "Mano"
Petang menjadi "Patang"
Senja menjadi "Sanjo"
Tua menjadi "Tuo"
Penutur Bahasa Minang kadangkala menghilangkan suku kata diakhir sebuah kata. Misalnya:
Kemana menjadi "Kamano" dan diucapkan "kama"
Mengapa jadi "Mangapo" dan diucapkan "Manga"
Berapa jadi "Barapo" dan diucapkan "Bara"
Bagaimana jadi "Bagaimano" dan diucapkan "Baa"
Lihat contoh kalimat dibawah ini:
Apakah yang akan kamu kerjakan?
Dalam Bahasa Minangkabau menjadi a tu nan ka karajo ang
atau apa sebabnya maka ia lari?
menjadi ba a mangko inyo lari?
Walaupun begitu, pada beberapa kata sambungan ada yang tidak dikenal akar silsilahnya seperti kata sambungan "jo", misalnya dalam kalimat jo a wa ang ka mari? (dengan apa kamu kemari?). Perkataan jo disini memiliki arti dengan. Ada juga pengertiannya yang lain pada kalimat berikut "itulah jannyo hambo" (itulah kata hamba).
Dalam kata-kata kiasan (pantun), prosa dan puisi Minangkabau, penggunaan kata "jo" memiliki pengertian yang sangat besar. Perhatikan pantun berikut:
Anak urang di sungai lasiah
Nak mudiak ka Batang Hari
Mandaki jalan babelok
Manurun ka
Bangka Hulu
Kok tasuo silang jo salisiah
Sarato banta jo ka lami
Dibaiki sajo jo nan elok
Itu banamo urang panghulu
Dalam bahasa Minangkabau, ada huruf mati yang dihilangkan atau dipertukarkan, misalnya dalam perkataan habis. huruf h dihilangkan dan huruf s diganti dengan huruf h sehingga menjadi abih, manis menjadi manih, hangus menjadi anguih.
Ada juga beberapa daerah menghilangkan r pada suku kata kedua, umpamanya garam menjadi ga-am, beras menjadi bareh atau ba-eh dan sebagainya.
Beberapa bahasa tradisional dari Jawa
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa adalah bahasa daerah yang digunakan penduduk Jawa di Jawa Tengah,Yogyakarta & Jawa Timur. Selain itu, Bahasa Jawa juga digunakan oleh penduduk yang tinggal beberapa daerah lain seperti di Banten terutama kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon dan kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu, kota Cirebon dan kabupaten Cirebon.
Di Jawa Barat, orang-orang menggunakan bahasa sunda yang juga mirip dengan Bahasa Jawa.
Dalam penggunaanya. Bahasa Jawa memiliki aksara sendiri yaitu aksara jawa, dialek yang berbeda dari tiap daerah, Serta Undhak-undhuk basa yang berbeda. Bahasa Jawa dibagi menjadi tiga variasi Bahasa: ngoko (“kasar”), madya (“biasa”), dan krama (“halus”).
Sehari-hari, ngoko digunakan untuk berbicara kepada teman yang seumur atau kepada yang lebih muda. Untuk madya, madya digunakan untuk orang yang cukup resmi. Terahkir, kita menggunakan krama kepada orang yang lebih tua dan dihormati.
Dibawah ini merupakan contoh penggunaan Dialek diatas:
Bahasa Indonesia: “Maaf, saya mau tanya rumah Kak Budi itu, di mana?”
  1. Ngoko kasar: “Eh, aku arep takon, omahé Budi kuwi, nèng*ndi?’
  2. Ngoko alus: “Aku nyuwun pirsa, dalemé mas Budi kuwi, nèng endi?”
  3. Ngoko meninggikan diri sendiri: “Aku kersa ndangu, omahé mas Budi kuwi, nèng ndi?” (ini dianggap salah oleh sebagian besar penutur bahasa Jawa karena menggunakan leksikon krama inggil untuk diri sendiri)
  4. Madya: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, griyané mas Budi niku, teng pundi?” (ini krama desa (substandar))
  5. Madya alus: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, dalemé mas Budi niku, teng pundi?” (ini juga termasuk krama desa (krama substandar))
  6. Krama andhap: “Nuwun sèwu, dalem badhé nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?” (dalem itu sebenarnya pronomina persona kedua, kagungan dalem ‘kepunyaanmu’. Jadi ini termasuk tuturan krama yang salah alias krama desa)
  7. Krama lugu: “Nuwun sewu, kula badhé takèn, griyanipun mas Budi punika, wonten pundi?”
  8. Krama alus “Nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
*nèng adalah bentuk percakapan sehari-hari dan merupakan kependekan dari bentuk baku ana ing yang disingkat menjadi (a)nêng. Kata ini bisa berarti di.
Dengan memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang secara tatabahasa berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya dan juga terhadap yang dibicarakan. Walaupun demikian, tidak semua penutur bahasa Jawa mengenal semua undhak-undhuk itu. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko dan sejenis madya.
Beberapa bahasa tradisional dari Kalimantan
KALIMANTAN BARAT
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang secara umum dipakai oleh masyarakat di Kalimantan Barat. Selain itu bahasa penghubung, yaitu bahasa Melayu Pontianak, Melayu Sambas dan Bahasa Senganan menurut wilayah penyebarannya. Demikian juga terdapat beragam jenis Bahasa Dayak, Menurut penelitian Institut Dayakologi terdapat 188 dialek yang dituturkan oleh suku Dayak dan Bahasa Tionghoa seperti Tiochiu dan Khek/Hakka.
Dialek yang di maksudkan terhadap bahasa suku Dayak ini adalah begitu banyaknya kemiripannya dengan bahasa Melayu, hanya kebanyakan berbeda di ujung kata seperti makan (Melayu), makatn (Kanayatn), makai (Iban) dan makot (Melahui).
Khusus untuk rumpun Uut Danum, bahasanya boleh dikatakan berdiri sendiri dan bukan merupakan dialek dari kelompok Dayak lainnya. Dialeknya justru ada pada beberapa sub suku Dayak Uut Danum sendiri. Seperti pada bahasa sub suku Dohoi misalnya, untuk mengatakan makan saja terdiri dari minimal 16 kosa kata, mulai dari yang paling halus sampai ke yang paling kasar. Misalnya saja ngolasut (sedang halus), kuman (umum), dekak (untuk yang lebih tua atau dihormati), ngonahuk (kasar), monirak (paling kasar) dan Macuh (untuk arwah orang mati).
Bahasa Melayu di Kalimantan Barat terdiri atas beberapa jenis, antara lain Bahasa Melayu Pontianak dan Bahasa Melayu Sambas. Bahasa Melayu Pontianak sendiri memiliki logat yang sama dengan bahasa Melayu Malaysia dan Melayu Riau.
  • KALIMANTAN TIMUR 
  • Bahasa-bahasa daerah di Kalimantan Timur merupakan bahasa Austronesia dari rumpun Malayo-Polynesia, diantaranya adalah Bahasa Tidung, Bahasa Banjar, Bahasa Berau dan Bahasa Kutai. Bahasa lainnya adalah Bahasa Lundayeh.
  • KALIMANTAN TENGAH 
  • Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Tengah, bahasa daerah (lokal) terdapat pada 11 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang meliputi 9 bahasa dominan dan 13 bahasa minoritas 
  • Bahasa Dominan : Bahasa Melayu, Bahasa Banjar, Bahasa Ngaju, Bahasa Manyan, Bahasa Ot Danum, Bahasa Katingan, Bahasa Bakumpai, Bahasa Tamuan, Bahasa Sampit 
  • Bahasa Kelompok Minoritas : Bahasa Mentaya, Bahasa Pembuang, Bahasa Dusun Kalahien, Bahasa Balai, Bahasa Bulik, Bahasa Mendawai, Bahasa Dusun Bayan, Bahasa Dusun Tawoyan, Bahasa Dusun Lawangan, Bahasa Dayak Barean, Bahasa Dayak Bara Injey, Bahasa Kadoreh, Bahasa Waringin, Bahasa Kuhin (bahasa daerah pedalaman Seruyan Hulu)
  •   KALIMANTAN SELATAN

·      Bahasa Melayu Lokal
·      Bahasa Banjar (bjn)   : Dialek Banjar Hulu, Dialek Banjar Kuala, Bahasa Barangas, Bahasa Melayu Bukit (bvu)
·      Bahasa Barito
·      Barito Barat           : Barito Barat bagian Selatan, Bahasa Bakumpai (bkr)
·      Barito Timur bagian Utara : Bahasa Lawangan-Pasir (lbx)
·      Barito Timur bagian Tengah dan Selatan
·      Bagian Tengah       : Bahasa Dusun Deyah (dun)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar