Tari Manaweang
Tari manaweang berasal dari Kabupaten Yapen Barat, yang menceritakan
kisah seorang pemuda yang gagah dan mempunyai ilmu gaib tinggi, ilmu
pemuda ini sering di sebut suanggi. Pemuda Suanggi ini suka membuat
warga takut dan tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari seperti,
nelayan dan bertani.
Menurut warga Yapen, setiap kali manaweang atau suanggi muncul, maka
selalu ada korban jiwa. Perbuatan manaweang ini membuat masyarakat
resah. Akhirnya kepala suku dan masyarakat sepakat untuk membunuh
manaweang. Dan upaya kepala suku serta masyarakat pun berhasil membunuh
pemuda manaweang.
Setelah manaweang dibunuh, masyarakat bersuka cita, karena sudah tidak ada manaweang atau suanggi lagi, yang mengganggu mereka
Tarian manaweang ini, ditarikan oleh empat belas orang, dengan mengunakan tujuh gerakan dasar tari.
Tejalu Meto’e
Kampung Te Tape atau yang lebih di kenal dengan Skow, terletak Distrik
Muara Tami, Kota Jayapura. Di Kampung Skow Berdiam, Keret Rollo,
Ramela, Patipeme dan Membilong.
Salah satu ceritra yang menarik dari keempat keret tersebut adalah
Suku Membilong, menurut sejarah, mereka berasal dari Wutung, Vanimo,
Papua New Guinea.
Kisah perjalanan Suku Membilong dari Wutung, sampai di Skow diceritakan ulang dalam bentuk tarian Tejalu Met’o.
Dengan Tarian Adat Tejalu Met’o, Suku Membilong mencari dana, untuk
pembangunan gereja. Sebelum di lakukan tarian adapt, kaum ibu dan
anak-anak menghiasi tubuh mereka dengan menggunakan daun bungga yang
berwarna kuning, dan mayang pinang.
Daun berwarna kuning, yang digunakan di tubuh menandakan mama-mama
yang cantik, manis, yang sudah melahirkan anak-anak peranakan, dari
Suku Membilong.
Sedangkan mayang pinang atau weja merupakan simbol kehidupan, atau
melambangkan kebiasaan masyarakan menankap udang, mecari bia dan melaut.
Dalam tarian tersebut, setiap anak-anak peranakan, wajib menggunakan
daun kuning, sebagai simbol, bahwa anak tersebut adalah anak peranakan
yang berasal dari suku Membilong.
Selain itu, mereka menggunakan kain yang bermotif Papua New Guinea
sebagai tanda bahwa mereka berasal dari kampung mereka di Papua New
Guinea.
Dalam tarian Tejalu Met’o daun kelapa yang dipikul, merupakan simbol
layar perahu, dan pelepah kelapa sebagai dayung dayungnya. Simbol
tersebut merupakan peralatan yang dibawa suku Membilong saat bermigrasi
ke kampung Skow Yambe.Mereka juga menggunakan la atau noken dari daun
kelapa untuk menaruh ikan, dan taa sebagai kalawai untuk menangkap ikan.
Lagu yang di nyanyikan menceritkan, kehidupan anak dari suku
Membilong, yang di tinggalkan oleh orang tua, karena meninggal, dan
mereka harus mencari makan sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar